Tokoh gerakan
kemerdekaan Papua, Benny Wenda,
terus bergerilya di Inggris--khususnya
setelah namanya dihapus dari daftar
buronan Interpol. Pada 28 April 2013
lalu, ia bahkan meresmikan kantor
pusat Organisasi Papua Merdeka
(OPM) di Oxford, Inggris.
Dengan titel Koordinator Free West
Papua Campaign, Benny secara
leluasa berkampanye di Inggris untuk
kemerdekaan Papua Barat. Tidak
tanggung-tanggung, peresmian kantor
tersebut dihadiri oleh Walikota Oxford
Mohammad Niaz Abbasi, anggota
parlemen Inggris Andrew Smith, dan
mantan Walikota Oxford Elise
Benjamin.
Hal ini tak pelak membuat marah
pemerintah Indonesia. Melalui
Kementerian Luar Negeri, Indonesia
protes keras dan menyatakan
berkeberatan atas diresmikannya
kantor OPM itu. Pemerintah
menginstruksikan Duta Besar
Indonesia di Inggris, Hamzah Thayeb,
untuk menyampaikan nota protes
secara resmi.
"Atas instruksi kami, Dubes RI di
London telah menyampaikan posisi
pemerintah tersebut kepada
pemerintah Inggris," ujar Menteri Luar
Negeri, Marty Natalegawa. Kemlu
menyatakan langkah yang sama juga
akan ditempuh melalui Kedutaan
Besar Inggris di Jakarta.
Menteri Koordinator Bidang Politik
Hukum dan Keamanan, Djoko
Suyanto, menjelaskan secara formal
Inggris mengakui kedaulatan NKRI
atas Papua. "Untuk mempertegas
sikap dan prinsip pemerintah Inggris
yang selama ini mendukung NKRI,
Kementerian Luar Negeri akan
memanggil Dubes Inggris di Jakarta,"
katanya.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia,
Mark Canning, menegaskan
pemerintahnya sama sekali tidak
terlibat peresmian kantor OPM. Dia
juga menyatakan itu sama sekali tidak
mewakili sikap pemerintah Inggris.
Dewan Kota Oxford meresmikan
kantor OPM secara mandiri, tanpa
meminta persetujuan terlebih dahulu
dari pemerintah pusat di London.
" Dewan Kota Oxford tidak memiliki
pengaruh terhadap kebijakan luar
negeri pemerintah Inggris. Mereka
mengambil keputusan sendiri untuk
meresmikan kantor Free West Papua.
Segala bentuk tindakan mereka tidak
ada hubungannya dengan pemerintah
Inggris dalam hal ini," ujar Canning
dalam keterangan tertulisnya.
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan
Rakyat, Mahfudz Siddiq, mengatakan
pembukaan kantor perwakilan OPM di
Oxford itu merupakan eskalasi
perjuangan politik kemerdekaan
Papua. Karena itu dia mendesak
pemerintah untuk bersikap tegas.
Menurut Mahfudz, sekadar
menyampaikan protes kepada
pemerintah Inggris, memang
merupakan respons yang seharusnya
dilakukan oleh pemerintah. "Namun
yang lebih penting lagi harus ada
pembicaraan di tingkat kepala negara
untuk mempertegas sikap mereka
terhadap organisasi separatis ini,"
ujarnya kepada VIVAnews.
Mahfudz menyayangkan kehadiran
pejabat pemerintah setempat di acara
itu. Menurut dia, kendati Inggris
sudah menyatakan kehadiran Wali
Kota Oxford tidak mewakili kebijakan
luar negeri pemerintah secara
keseluruhan, Inggris tidak bisa cuci
tangan begitu saja.
"Pemerintah lokal kan juga merupakan
bagian dari pemerintah pusat. Dalam
hal ini hadirnya Walikota Oxford pada
saat pembukaan dapat diartikan
Inggris menyetujui gerakan separatis,"
ujar Mahfudz.
Dia mengatakan hal itu dapat
mengancam hubungan diplomatik
antara Indonesia dengan Inggris yang
selama ini sudah terjalin dengan baik.
"Seharusnya sebagai negara yang
menyatakan mengakui kedaulatan
NKRI, mereka seharusnya tidak
memfasilitasi gerakan separatis dalam
bentuk apa pun, termasuk menyetujui
pembukaan kantor OPM di Oxford,"
Mahfudz menegaskan.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra,
Fadli Zon, menilai pembukaan kantor
OPM ini jelas mencederai hubungan
Inggris dan Indonesia yang terjalin
baik. "Separatisme adalah soal
kedaulatan negara. Sikap ikut campur
Inggris dalam hal ini harus ditolak
dengan tegas," kata Fadli, Minggu 5
Mei 2013.
Seharusnya, kata dia, pemerintah
Inggris bersikap bijak. Sebab, mereka
sendiri punya masalah separatisme
dengan riwayat yang panjang, yakni
dengan Irlandia Uutara dan
Skotlandia. "Begitupun saat terlibat
dalam konflik mempertahankan
Malvinas dengan Argentina. Indonesia
tak pernah ikut campur soal Inggris,"
dia mengingatkan.
Fadli mengatakan meskipun Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono
menerima gelar Grand Cross of Bath
dari Kerajaan Inggris, bukan berarti
kini boleh bersikap lembek. "Ada saat
di mana kita berkompromi, ada saat
harus tegas," ujar dia.
Pemerintah Inggris, kata dia, memang
masih mengakui kedaulatan NKRI atas
Papua. Namun, pembukaan kantor
OPM itu merupakan dualisme sikap
yang harus ditentang. Untuk itu,
pemerintah Indonesia tak boleh
bersikap permisif dan defensif. "Harus
ada diplomasi ofensif agar
kepentingan nasional bisa
diamankan," Fadli mendesak.
Siapa Benny Wenda?
Benny mendapatkan suaka di Inggris
pada 2003 silam, setelah kabur dari
penjara. Dari negeri ini, dia terus
menyuarakan kebebasan Papua.
Pada 2008 lalu, ia bersama anggota
parlemen Inggris Andrew Smith
mendirikan Kelompok Anggota
Parlemen Internasional untuk Papua
Barat (International Parliamentarians
for West Papua/IPWP). IPWP bertujuan
mengumpulkan para anggota
parlemen dari berbagai negara yang
mendukung kemerdekaan Papua. Saat
ini, IPWP diketuai oleh Andrew Smith.
Pemerintah Indonesia pada 2011 lalu
memasukkan Benny Wenda dalam
Red Notice Interpol atas tuduhan telah
melakukan sejumlah kejahatan seperti
pembunuhan dan penembakan.
Namun, pada Agustus 2012, Interpol
menghapus nama Benny dari daftar
buronan mereka dengan alasan
sebagian besar tuduhan atasnya
bersifat politis.
Karena itulah, Mahfudz menilai gerilya
Wenda di Inggris patut diwaspadai.
Dia mewanti-wanti bahwa
pembukaan kantor OPM di Inggris
bisa merembet ke Jerman, Belanda
atau negara lainnya.
sumber : vivanews
keyword : kemerdekaan papua. papua. merdeka.
Post a Comment