"Indonesia-Australia Kini Dipandang Dua Raksasa Ekonomi di Kawasan"

Bagi Nadjib Riphat
Kesoema, Australia bukan lagi negara
yang asing bagi dirinya. Sebelum
menjadi Duta Besar RI untuk Australia
sejak Oktober 2012, Nadjib pernah
bertugas di sana menjelang akhir
dekade 1990an, saat hubungan kedua
negara dalam keadaan renggang
akibat pergolakan di Timor Timur,
yang telah menjadi negara
independen bernama Timor Leste.
"Saat itu saya masih menjadi pejabat
bidang politik Kedutaan Besar
Republik Indonesia di Canberra. Saya
turut menyaksikan kantor kami
didatangi para demonstran dalam
jumlah besar," kenang Dubes Nadjib
dalam bincang-bincang dengan
VIVAnews di Canberra pertengahan
Maret lalu.
Namun, bagi Nadjib, itu adalah
lembaran sejarah masa lampau. Baik
Indonesia dan Australia kini tengah
menjalin hubungan yang sangat erat.
"Kepada saya, Menteri Luar Negeri
Australia Bob Carr pun menyatakan
bahwa negaranya kini terus
melangkah ke depan bersama
Indonesia," ujar Nadjib, yang
sebelumnya bertugas sebagai Dubes
RI untuk Belgia dan Deputi Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum
dan Keamanan bidang Politik Luar
Negeri.
Itulah sebabnya Dubes Nadjib sangat
antusias mengungkapkan
perkembangan kerjasama terkini
antara Indonesia dan Australia di
beberapa bidang, yang terus
berkembang. Berikut wawancara
VIVAnews dengan Dubes Nadjib di
ruang kerjanya.
Pemerintah Indonesia dan Australia
berencana saling menambah kuota
visa kerja temporer khusus turis
(working holiday visa) dari 100
menjadi 1.000. Bagaimana
perkembangannya?
Pada dasarnya kedua negara sudah
menyepakati untuk meningkatkan
working holiday visa. Itu sudah
diwujudkan dalam saling tukar
menukar nota di tingkat Kementerian
Luar Negeri masing-masing negara.
Saat ini yang menjadi perhatian
adalah masalah prosedural, di mana
kedua negara mengalami perbedaan,
termasuk dalam latar belakang dan
kepentingan nasional masing-masing.
Tetapi, bagi saya, masalah itu bisa
dibicarakan. Semuanya bisa
ditanggulangi, asal dibicarakan secara
bersama-sama.
Saya sudah bertemu dengan pejabat
imigrasi dan kewarganegaraan
Australia. Dia menyatakan bahwa
kebijakan penambahan visa ini tinggal
menunggu waktu pelaksanannya saja.
Kapan target pelaksanaanya?
Kita akan segera melaksanakan ini
sekitar bulan Juni 2013 atau paruh
kedua tahun ini. Nah, sekarang
misalnya ada masalah seperti
bagaimana detailnya? Bidang-bidang
kerja mana saja yang diperbolehkan?
Sekolahnya dimana saja? Itu akan
kami bicarakan lebih lanjut.
Bagaimana antusiasme warga
Australia?
Besar sekali. Apalagi bila mereka diberi
kesempatan untuk mengenal
Indonesia lebih dekat dengan bekerja
di sana selain berlibur. Banyak sekali
yang ingin ke sana.
Selain menambah kuota working
holiday visa, program bilateral apa
lagi yang tengah disiapkan kedua
negara dalam tahun ini, terutama
yang terkait peningkatan hubungan
antarwarga (people-to-people
link)?
Salah satunya adalah menyangkut
hubungan antarpebisnis. Hubungan
di sektor ini harus kita dorong lebih
kuat karena sangat terkait dengan
peningkatan kesejahteraan rakyat
kedua negara.
Produk yang banyak Indonesia impor
dari Australia adalah gandum, buah-
buahan dan hasil-hasil pertanian lain.
Sedangkan Australia banyak
mengimpor dari Indonesia berupa
produk-produk hasil industri
manufaktur berupa sepatu, pakaian,
dan lain-lain. Australia juga
mengimpor kertas dari Indonesia,
yang diakui berkualitas bagus.
Indonesia pun mengirim produk
pertanian ke Australia, namun
hasilnya masih terbatas. Jadi sebagian
besar produk yang Indonesia kirim ke
Australia adalah barang-barang yang
sudah diolah.
Indonesia juga dikenal sebagai
pasar utama daging sapi dan sapi
ternak Australia. Namun banyak
peternak Australia yang khawatir
soal pengurangan kuota impor oleh
Indonesia, yang ingin swasembada
daging sapi pada 2014? Bagaimana
Anda menghadapi kekhawatiran
mereka itu?
Kalangan peternak Australia tidak
usah khawatir mengenai kebijakan di
Indonesia. Swasembada daging sapi
di Indonesia itu kan sebenarnya target
sementara. Itu karena berkali-kali
pemerintah, salah satunya dari
Menteri Perdagangan, mengatakan
ingin meningkatkan terus konsumsi
daging sapi di tanah air.
Saat ini konsumsi daging sapi di
Indonesia per kapita hanya kurang
lebih 2,3 kg, sementara di negara-
negara maju seperti Australia
konsumsinya hampir 40 kg per kapita.
Negara-negara berkembang yang lain
yang sudah cukup maju konsumsinya
kira-kira 20 kg.
Maka Indonesia akan terus
memindahkan targetnya. Untuk target
swasembada di Indonesia,
sebenarnya masih ada ruang bagi
para eksportir Australia, baik untuk
daging maupun hewan hidup.
Saya sudah berkali-kali bicara kepada
mereka, selain mengirim sapi-sapi
induk, coba juga mulai berpikir untuk
berinvestasi di Indonesia. Dengan kata
lain, mendirikan peternakan-
peternakan di Indonesia sehingga
mereka nantinya tidak tergantung
kepada kuota impor. Bila sudah
menjadi bagian dari produksi dalam
negeri, maka mereka bisa
memproduksi lebih banyak
Bagaimana tanggapan para peternak
Australia atas saran Anda itu?
Mereka sedang memikirkan. Sekarang
kita sudah mendapatkan sumber-
sumber yang tepat untuk induk-induk
sapi. Misalnya dari Persatuan Peternak
Sapi Brahman, mereka sudah bersedia
mengirim kepada kita dan telah
mengirim 199 induk sapi ke Indonesia.
Ini akan terus kami garap, karena
sejak saya tiba di sini masalah sapi itu
merupakan salah satu hal yang
penting untuk ditangani.
Indonesia dan Australia sedang
merumuskan kesepakatan
Kerjasama Ekonomi Komprehensif
(CEPA), yang ditargetkan selesai
pada 2014. Bagaimana Anda melihat
perkembangan perumusan itu?
Memang banyak sekali peraturan yang
harus diharmonisasi kedua negara.
Tapi, seperti yang diutarakan Menteri
Luar Negeri Australia Bob Carr, kalau
memang yakin tahun depan bisa
selesai, saya yakin itu akan terwujud.
Keyakinan ini melihat potensi
perkembangan ekonomi kedua
negara saat ini. Baik Australia dan
Indonesia saat ini turut dipandang
sebagai dua raksasa ekonomi di
kawasan.
Indonesia kan sudah termasuk
kelompok The Club of Trillion,
Australia pun menuju ke kelompok itu.
Paritas Daya Beli (PPP) kita kan sudah
mencapai US$1,3 triliun, tapi
Indonesia punya 240 juta rakyat
sedangkan Australia hanya 22 juta.
Kalau kedua negara berpadu dalam
menggalang kerjasama ekonomi yang
komprehensif, di mana Australia maju
sebagai negara industri dan Indonesia
punya sumber daya yang besar, baik
manusia maupun hasil alam.
Indonesia pun pasar yang besar dan
Australia memproduksi barang-
barang yang berkualitas baik.
Dua ekonomi besar ini akan menjadi
satu dan terintegrasi bila CEPA
disepakati. Ini juga akan
mempengaruhi kawasan Asia Pasifik
maupun Asia Timur dan ASEAN.

Sumber : vivanews

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © Blog gk jelas. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates